Sebagai
organisasi berdiri pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang, Jawa Tengah, dengan
nama Setia Hati yang merupakan perwujudan ikrar bersama sejumlah khadang SH
dari Semarang, Magelang, Solo, Yogyakarta dan lain-lain, atas prakarsa saudara
tua SH Munandar Harjowiyoto dari Ngambe, Ngawi, Jawa... Timur. Karena terdiri
dari sejumlah kadhang SH, maka disebut dengan nama Setia Hati Organisasi (SHO),
yaitu orang-orang SH yang berorganisasi. Hadir pada waktu itu 50 saudara SH dan
utusan-utusan, antara lain Suwignyo, Sukandar, Sumitro, Kasah, Karsiman,
Suripno, Sutardi, Hartadi, Sayuti Melok (R Sudarso Wirokusumo, 1979 :
Stensilan). Karena Ki Ngabei Surodiwiryo tidak dapat hadir dalam undangan
tersebut, maka dipilihlah Munandar Harjowiyoto sebagai ketua Mental Spiritual
ke-SH-an, tetapi jalan sejarah menjadi lain, ia terpaksa meninggalkan Semarang
(kedudukan Pengurus Besar SHO di tahun 1933) untuk merawat ibunya yang sudah
tua dan baru ditinggal wafat suami.
Persaudaraan Setia Hati (SHO) didirikan pada waktu benih
kebangsaan (nasionalisme Indonesia) mulai tersebar luas dan diresapi oleh
rakyat Indonesia, meskipun tidak disenangi oleh kolonialis Belanda. Kegiatan
partai-partai yang mencita-citakan kemerdekaan sangat dibatasi bahkan dilarang.
Tokoh-tokoh pergerakan yang dianggap membahayakan kekuasaan Belanda di
Indonesia, banyak yang di tangkap dan dipenjarakan (dibuang) ke Digul, Irian
Barat. Akan tetapi, kaum nasionalis Indonesia tetap berjuang dan bergerak
terus-menerus dengan berbagai cara, illegal maupun legal untuk mempersiapkan
rakat memasuki fase perjuangan kemerdekaan dengan segala konsekwensinya.
Jikalau parta-partai politik yang terang-terangan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dilarang, maka dicarilah bentuk-bentuk
organisasi yang lebih lunak yang tidak dilarang oleh pemerintah kolonialis
Belanda, yang tetap dapat memelihara dan makin menyalakan api kemerdekaan yang
terdapat di hati rakyat, meskipun secara terselubung. SHO merupakan salah satu
bentuk organisasi perjuangan tersebut, suatu organisasi olah raga dan
persaudaraan yang masih tidak dilarang, dengan mempunyai Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga yang tidak berbau politik.
Sebenarnya para pendiri SHO waktu itu, dari hati sanubari
mereka bergolak cita-cita politik dan menginginkan kemerdekaan tanah air dan
bangsanya. Panca Dharma dan kalimat-kalimat serta rumusan-rumusan yang
tercantum dalam Anggaran Dasar SHO dengan rapi dan lihai membungkus cita-cita
kemerdekaan nasional bangsa Indonesia, sekaligus merintis character dan nation
building secara samar (di mata pemerintah kolonial Belanda), akan tetapi jelas
dan tegas dihati kaum nasionalis Indonesia.
Karena perjuangan tidak dapat diketahui atau diramalkan
kapan akan selesai, maka dituntut keberanian berkorban, keberanian menderita
dan kalau perlu juga keberanian bertempur mati-matian, maka warga SHO
digembleng lahir bathinnya dan diperlengkapi dengan senjata pencak SH yang
tangguh. Bahwa dalam setiap perjuangan diperlukan persatuan yang kokoh dan kuat,
maka SHO berusaha untuk dapat menjadi wadah dan esuh persaudaraan di antara
para anggotanya, sehingga jiwa persatuan dan rasa bersaudara terjelma akrab.
Kiranya tidak tanpa maksud, jikalau para anggota SHO saling memperlakukan diri
mereka sebagai broeders dan mungkin juga sebagai wapen broeders yang terikan
erat oleh sumpah mereka masing-masing pada waktu memasuki Persaudaraan Setia
Hati, apabila pihak Belanda dapat mencium maksud dan tujuan
organisasi-organisasi perjuangan terselubung, semacam SHO waktu itu, maka
pastilah SHO tidak akan panjang umurnya. Oleh karena itu, maka untuk masuk
dalam Persaudaraan Setia Hati diperlakukan semacam penyaringan yang ketat
melalui sistem kandidat yang berat dan lama, sebelum orang tersebut dapat
diterima menjadi saudara. Rasa anti penjajahan walaupun tidak
diindoktrinasikan, menjiwai para warga SHO. Perjuangan politik secara gerilya
yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda menjadi pengetahuan umum dan
disadari akan bahayanya dikalangan SHO, maka kerahasiaan cita-cita SHO yang
sebenarnya harus dijaga dengan penuh kewaspadaan dan kesetiaan. Gerak langkah,
perilaku dan budi pekerti tiap warga SHO dapat menjadi jaminan bahwa SHO akan
berhasil ikut mengantarkan bangsanya memasuki fase perjuangan kemerdekaan yang dicita-citakan
oleh patriot Indonesia.
Sementara itu, permintaan untuk dapat diterima menjadi
saudara SH di luar Semarang terus bertambah, antara lain di Mataram Yogyakarta.
Juni 1936 di Magelang, Jawa Tengah, diadakan Leiders Conferentie untuk
memurnikan kembali jurus-jurus SH yang mengalami penyimpangan dari aslinya.
Tahun 1938 atas hasil musyawarah di Semarang, Pengurus Besar SHO dipindahkan ke
Yogyakarta dan Alip Purwowarso dipilih sebagai Ketua.
Sesudah bangsa Indonesia benar-benar memasuki fase perjuangan
fisik dalam revolusi kemerdekaan, akibat proklamasi 17 Agustus 1945, maka
kerahasiaan perjuangan SHO tidak penting lagi. Suatu fase baru dalam taktik
perjuangan, merebut dan mempertahankan proklamasi kemerdekaan, telah pecah
menjadi clash bersenjata secara terbuka, para warga SHO menjadilah
pejuang-pejuang kemerdekaan, mendharmabhaktikan diri di segala medan perjuangan
menurut bakat dan kemampuan masing-masing.
Sesudah rakyat Indonesia mempunyai pemerintahan sendiri
yang merdeka dan berdaulat, membangun negara Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila, perjuangan nasional menjadi makin berat. Revolusi yang
multi-kompleks ternyata meminta banyak pengorbanan. Di bidang diplomasi dan
militer masih memerlukan waktu bertahun-tahun. Para warga SHO, seperti para
warga Indonesia lainnya yang mencintai kemerdekaan dan yang berjuang untuk
kelestarian negara Republik Indonesia, juga mengalami ujian dan tantangan yang
sama, merasakan suka dukanya perjuangan di berbagai bidang. Yang selamat
berhasil melihat Republik Indonesia menjadi negara yang merdeka dan berdaulat,
yang kemudian diakui oleh seluruh dunia. Yang kurang beruntung, gugur dalam
membela cita-citanya sebagai pahlawan ataupun pejuang yang tak dikenal namanya,
menghias Ibu Pertiwi. Sebagian lagi yang terlibat dalam perjuangan di medan
pertempuran menghadapi musuh-musuh, dengan senjata seadanya (tombak, keris,
atau bahkan hanya dengan bambu runcing), mengajarkan pencak SH kepada
teman-teman seperjuangan yang bukan warga SHO, melanggar sumpah SH-nya demi kepentingan
nasional yang dinilai berada di atas segala-galanya (seperti yang diajarkan
juga oleh SHO).
Pada tanggal 18 Mei 1948 di Solo, terbentuklah organisasi
nasional pencak silat bernama Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), melibatkan
saudara-saudara SH sebagai pelopor berdirinya IPSI bersama 15 orang tokoh-tokoh
pencak silat yang antara lain dari aliran Minangkabau (Sumatra Barat) diwakili
oleh Datuk Ahmad Madjoindo, aliran Sunda (Jawa Barat) diwakili oleh Surya
Atmaja dan sisanya saudara-saudara SH antara lain Munandar Hardjowiyoto, Rahmad
Suronagoro, R Mariyun Sudirohadiprojo dan lain-lain serta Mr Wongsonegoro
sebagai Menteri PP dan K (Depdikbud).
Dalam konggres SHO ke-10 di Semarang, tahun 1954, Munandar Harjowiyoto dipilih sebagai Ketua Umum dan oleh konggres ditetapkan sebagai lambing, meskipun pada mulanya menolak, pada akhirnya diterima. Sesudah Munandar Harjowiyoto menjadi Ketua Umum, cara anname atau keceran diubah, maju selangkah, yaitu penjelasan sebelum dikecer boleh dikatakan bersifat umum atau terbuka (sebelumnya hanya didengar oleh calon saudara baru dan saksi) dengan mengundang beberapa tokoh masyarakat dan undangan lainnya. Tanpa orientasi kepada masyarakat luas yang serba majemuk, kiranya tidak akan memperlancar tujuan SHO yang amat luhur dan mulia untuk diketahui bahwa ajaran atau falsafah SH bukanlah suatu ajaran ilmu klenik, akan tetapi suatu upaya pendidikan dalam membentuk manusia utuh yang berbudi pekerti luhur.
Dalam konggres SHO ke-10 di Semarang, tahun 1954, Munandar Harjowiyoto dipilih sebagai Ketua Umum dan oleh konggres ditetapkan sebagai lambing, meskipun pada mulanya menolak, pada akhirnya diterima. Sesudah Munandar Harjowiyoto menjadi Ketua Umum, cara anname atau keceran diubah, maju selangkah, yaitu penjelasan sebelum dikecer boleh dikatakan bersifat umum atau terbuka (sebelumnya hanya didengar oleh calon saudara baru dan saksi) dengan mengundang beberapa tokoh masyarakat dan undangan lainnya. Tanpa orientasi kepada masyarakat luas yang serba majemuk, kiranya tidak akan memperlancar tujuan SHO yang amat luhur dan mulia untuk diketahui bahwa ajaran atau falsafah SH bukanlah suatu ajaran ilmu klenik, akan tetapi suatu upaya pendidikan dalam membentuk manusia utuh yang berbudi pekerti luhur.
Kemudian pada tahun 1972, pada konggres ke-13 di
Yogyakarta, menetapkan keputusan dengan kesepakatan bahwa nama SHO berubah
menjadi Persaudaraan Setia Hati. Perubahan nama tersebut merupakan pernyataan
Ketua Umum Konggres, Munandar Harjowiyoto yang menyatakan bahwa para khadang
Persaudaraan SHO tidak lagi mengenal garis pemisah antara para khadang serumpun
SH dan persaudaraan SHO menjadilah SH saja tanpa O (organisasi), kembali ke
sumber. Pertimbangan yang diambil oleh Mubes adalah karena adanya Pengurus
Besar, Pengurus Daerah dan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, sudah cukup
jelas menandakan adanya organisasi. Sekaligus untuk meyakinkan para rumpun SH
lainnya, khususnya para khadang SH Winongo, bahwa SHO telah menghapus atau
mencabut adanya garis pemisah yang tajam antara SHO dan SH Winongo dan lainnya.
Tanggal 27 Januar 1979, Munandar Harjowiyoto meninggal dunia dan dimakamkan di Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Almarhum Munandar Harjowiyoto meninggalkan pesannya yang juga pesan para leluhur bangsa Indonesia, yang telah sering didengar yaitu, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani. Ini berarti bahwa seorang khadang SH yang mendapat kepercayaan harus berikhtiar sekuat tenaga agar memberikan contoh yang baik.
Tanggal 27 Januar 1979, Munandar Harjowiyoto meninggal dunia dan dimakamkan di Ngambe, Ngawi, Jawa Timur. Almarhum Munandar Harjowiyoto meninggalkan pesannya yang juga pesan para leluhur bangsa Indonesia, yang telah sering didengar yaitu, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani. Ini berarti bahwa seorang khadang SH yang mendapat kepercayaan harus berikhtiar sekuat tenaga agar memberikan contoh yang baik.
Labels:
Budaya dan Wisata
Thanks for reading Persaudaraan Setia Hati 1932 (SH Organisasi) . Please share...!
0 Comment for "Persaudaraan Setia Hati 1932 (SH Organisasi) "